Kegalauan Robertus Prasetiyo

Robertus Prasetiyo (kedua dari kiri)
Oleh Dion DB Putra
Ketua PWI Provinsi Nusa Tenggara Timur

Robertus Rimawan Prasetiyo galau! Editor Online Harian Pagi Tribun Manado yang punya blog pribadi www.robertussenja.com tersebut dinyatakan tidak lulus Uji Kompetensi Wartawan (UKW) untuk kelompok muda  yang diselenggarakan PWI Pusat di Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara bulan Juli 2012. Di tempat kerjanya, Robertus pun tercatat sebagai karyawan terbaik pada tahun 2011.

"Jelas tidak terima. Saya galau, mungkin galau tingkat akut mengalahkan anak alay nusantara," kata Robertus ketika saya bertanya kepadanya bagaimana perasaanmu tidak lulus UKW?  Sampai saat ini Robertus selalu mengingat nama Ibu Siti, pengujinya kala itu. "Bu Siti oh Bu Siti. Beliau akan selalu saya kenang," ujarnya sambil terkekeh.

Awalnya, kata  Robertus, dia menganggap penguji bersikap subjektif saat menilai
berita features yang dia tulis. Karangan khas itu menurut penguji tidak melewati standar nilai minimal.


"Saat itu saya menganggap penguji sangat subjektif, muncul dugaan penguji menilai bukan kemampuan saya tapi karena faktor suka dan tidak suka. Setelah itu saya print tulisan saya lalu menyiapkan surat gugatan untuk penguji UKW atas ketidaklulusan saya. Bahkan saya menyampaikan kepada atasan saya bahwa selama ini dipercaya sebagai editor online, edit berita rekan-rekan reporter tapi uji kompetensi tak lulus. Itu artinya saya tak mampu. Kalau memang tak mampu lebih baik saya jangan jadi editor online dan kembali jadi reporter, turun ke lapangan untuk belajar kembali," kata Robertus.

Mendengar keluhan itu, atasannya yakni Pemimpin Redaksi Tribun Manado Ribut Raharjo dan Koordinator Liputan Charles Komaling dan Wakil Koordinator Liputan Donald Aswin Lumintang membesarkan hari Robertus. Mereka menekankan bahwa penguji UKW dari PWI Pusat tentu menguji sesuai kriteria yang sudah dipatok. Ketika seorang wartawan  dinyatakan tak lulus UKW, artinya dia belum berkompeten. Hal itu tidak berkorelasi dengan posisi Robertus dalam institusi media sebagai wartawan senior atau editor.

Yudith S Rondonuwu
"Atasan saya menyarankan agar mengikuti tes kembali di periode selanjutnya dan diminta membuktikan kalau saya mampu. Itu yang menjadi pijakan saya. Ikut uji kompetensi yang diselenggarakan PWI memang berat, berat bukan karena lelah tapi lebih pada psikis. Kalau lulus uji itu wajar karena profesi saya sehari-hari
namun kalau tak lulus merasa malu luar biasa, karena dianggap tak mampu. Pada UKW selanjutnya bulan Oktober 2012 di Manado, saya datang dengan tekad kuat.  Sebelum ikut UKW, saya belajar. Buku tes yang lalu kembali saya pelajari, apa-apa saja yang sekiranya bisa menggagalkan uji kompetensi, saya minimalisir. Saya ingin membuktikan bahwa saya mampu, mampu karena saat kuliah sudah bertahun-tahun ikut pers mahasiswa. Sambil kuliah jadi reporter radio dan presenter televisi di kota asal saya di Yogyakarta dan empat tahun sebagai wartawan lalu naik jadi editor, saya yakin saya bisa," kata Robertus dengan mimik semangat.

Pengalaman pahit pada UKW pertama menyadarkan Robertus menyiapkan diri dengan sungguh-sungguh. Dan, dia meraih hasil di luar prediksinya sendiri. Dari seorang pecundang, dia tampil sebagai pemenang!

"Ternyata di luar perkiraan, saya malah dinyatakan sebagai peserta yang lulus terbaik untuk uji kompetensi wartawan muda. Saya diundang maju ke panggung menerima sertifikat secara simbolis dari penguji. Puji Tuhan, luar biasa. Sikap awal membenci penguji kini sebaliknya, justru saya mengucapkan terima kasih karena saya mendapatkan pelajaran penting, tak terlupakan, amazing, spektakuler. Bu Siti memang istimewa. Penguji 'killer' yang patut jadi standar. Bayangkan kalau semua penguji UKW seperti Bu Siti hanya ada dua kemungkinan, kemungkinan pertama banyak wartawan andal tercipta dan kemungkinan kedua banyak wartawan tak lulus uji kompetensi," kata Robertus Prasetiyo.

Bangga sebagai Wartawan

Saya tidak hanya menemui Robertus Prasetiyo yang belajar dari kegagalannya mengikuti UKW. Saya pun sempat berbincang dengan beberapa wartawan lagi, peserta UKW baik yang berlangsung  di Manado maupun di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Mereka yang sudah melalui UKW dan dinyatakan lulus oleh tim penguji merasa lebih percaya diri dan bangga menjalani profesinya.
Perasaan itu antara lain diungkapkan Yudith Rondonuwu, wartawati Harian Tribun Manado yang merupakan Peserta Terbaik Kelompok Madya UKW yang diselenggarakan PWI Pusat di Manado bulan Oktober 2012.

"Setelah ikut uji kompetensi saya menyadari betapa pentingnya mengerti teori-teori jurnalistik dan penerapannya di lapangan. Kemudian belajar kerja sama tim, mengelola berita agar tidak menjadi bumerang bagi masyarakat. Sebab satu goresan pun bisa menghancurkan kehidupan satu orang bahkan satu lembaga atau negara. Mengikuti uji kompetensi membuat saya merasa sangat bangga menjadi wartawan. Apalagi tidak semua yang ikut ujian kompetensi bisa lulus, itu artinya ada standar yang membuat kualitas seorang wartawan benar-benar teruji," demikian Yudith.

UKW menuntut seorang wartawan tiada henti belajar. Begitu pelajaran yang dipetik wartawati senior  Harian Umum Pos Kupang yang juga anggota PWI Provinsi NTT Apolonia Mathilde Dhiu.

 "Bagi saya saya mengikuti UKW dari PWI Pusat di Kupang tahun 2012  sangat mengesankan. Saat saya diberitahu mengikuti UKW, saya  bertanya-tanya, ujian apa lagi ini? Saya kemudian baca beberapa referensi. Walau sudah baca dan menyiapkan diri, saat masuk Hotel Silvya Kupang mengikuti ujian, saya tetap deg-degan juga. Ada rasa risih, padahal saat itu saya sudah sembilan tahun menjadi wartawan Pos Kupang dan pernah meliput di beberapa bidang seperti Pendidikan, Humaniora, Ekonomi Bisnis dan Politik. Rasa tidak percaya diri tetap menyelimuti. Apalagi melihat penguji dari PWI Pusat pada serius. Tahap demi tahap ujian saya lalui, baik mengenai perencanaan materi sebelum liputan, rapat perencanaan, wawancara, penulisan dan editing. Saya juga diminta menghubungi 10 nara sumber. Saya bersyukur bisa melalui ujian tersebut dengan baik dan dinyatakan lulus. Di sini saya sadar bahwa sejatinya wartawan harus terus belajar dan belajar, memperkaya diri dengan membaca, banyak mendengar dan melihat," demikian Apolonia.

Menurut Apolonia, UKW merupakan keniscayaan. Di tengah kemajuan pers yang begitu pesat, UKW sangat penting bagi insan pers. Ke depan, semua wartawan harus mengantongi sertifikat kompetensi sehingga tidak ada lagi wartawan abal-abal yang hanya bermodal kartu pers saja. PWI sebagai organisasi profesi kewartawanan   paling terkemuka di Indonesia tetap menjadi pioner dalam hal ini.
Pandangan yang sama disampaikan Bernadus Tokan, Wartawan LKBN ANTARA Biro NTT dan juga anggota PWI Provinsi NTT. Bernadus mengikuti UKW di Kupang bulan Desember 2012 untuk kelompok wartawan madya dan lulus.

"Pesan saya kepada teman-teman seprofesi, khususnya yang ada di NTT untuk segera mengikuti  ujian komptensi wartawan karena ibarat seorang pengemudi. pengemudi harus memiliki surat izin  mengemudi (SIM) jika hendak membawa kendaraan. Kalau Anda tidak punya SIM, maka Anda tidak boleh membawa kendaraan. Begitupun wartawan, UKQ menentukan apakah seorang wartawan itu  memenuhi standar kompetensi atau tidak. Jika tidak, dia tidak pantas menyandang profesi sebagai wartawan," kata Bernadus.
Manfaat besar telah dikecapi wartawan yang sudah mengikuti UKW. Ujian itu menjadi suluh bagi mereka untuk tetap setia pada profesi dan terus mengembangkan kapasitas dirinya. Kesan ini diungkapkan  wartawan SCTV yang juga Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia ( IJTI) Cabang NTT,  Didimus Payong. Didimus mengikuti UKW yang digelar PWI bulan Desember 2012 di Kupang.

"UKW yang digelar PWI  punya daya saing yang luar biasa bila dibandingkan dengan UKW yang digelar organisasi  lainnya. Saya merasakan manfaat yang sangat besar dari para penguji.  Dari UKW saya disadarkan bahwa kualitas seorang wartawan sangat bergantung kepada individu yang bersangkutan dan UKW akan memastikan seseorang kompeten atau tidak.  Keberpihakan PWI untuk meningkatkan kualitas insan pers nasional sudah dirasakan peserta yang sudah lulus UKW. Semoga PWI terus melakukan gebrakan baru agar melebar menggait organisasi wartawan lain yang nyaris mati suri di negeri ini. Jayalah kepemimpinan PWI," demikian harapan Didimus.*


Catatan kaki
Pengalaman Robertus dan sejumlah wartawan ini telah dibukukan.
Judul: Uji Kompetensi Wartawan (UKW): Memantapkan Profesionalitas Wawasan dan Etika Wartrawan.
Cetakan I: Februari 2014
Penyunting: Dr Usman Yatim
Penerbit:  RMBOOKS bekerjasama dengan Panitia Hari Pers Nasional (HPN) Bengkulu 2014 dan Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat.

Buku ini diluncurkan pada puncak Peringatan HPN 2014 di Bengkulu yang dihadiri Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes